Fisioterapi.umsida.ac.id – Pemeriksaan risiko cedera menggunakan Functional Movement Screening (FMS) menunjukkan bahwa risiko ini menjadi perhatian serius, terutama dalam pembinaan para atlet muda yang sedang meniti karier di dunia olahraga. Penelitian yang dilakukan oleh dosen Fisioterapi Universitas Muhammadiyah Sidoarjo (Umsida), Bagas Anjasmara STr Ft MFis, mengungkap fakta yang cukup mencengangkan. Sebagian besar atlet yang diperiksa berada pada level risiko cedera yang tergolong sangat tinggi. Hal ini tentu menjadi alarm keras bagi semua pihak yang terlibat dalam pembinaan atlet, mulai dari pelatih, fisioterapis, hingga lembaga pendidikan.
Baca juga: Pentingnya Memperbaiki Postur Tubuh untuk Mencegah Nyeri Bahu
Dari hasil penelitian tersebut, semakin jelas betapa pentingnya peran kolaboratif antara pelatih, fisioterapis, dan institusi pendidikan dalam menyusun program latihan yang berbasis evaluasi menyeluruh. Langkah seperti ini seharusnya tidak lagi dianggap sebagai pelengkap atau sekadar formalitas. Sudah saatnya pemeriksaan seperti FMS menjadi standar baku dalam pembinaan atlet muda. Artinya, pemeriksaan dan evaluasi harus dilakukan secara rutin dan berkelanjutan, bukan hanya dilakukan beberapa bulan sekali ketika mendekati kompetisi atau saat terjadi cedera.
Sumber: Pexels
Data dari hasil pemeriksaan FMS menunjukkan bahwa tidak ada satu pun atlet yang masuk kategori risiko cedera rendah. Sebaliknya, sebagian besar atlet berada di level risiko sedang hingga sangat tinggi. Hal ini mencerminkan bahwa pembinaan fisik dan kesadaran akan pentingnya pencegahan cedera di kalangan atlet muda masih belum optimal. Apalagi para atlet ini aktif di cabang-cabang olahraga yang menuntut kekuatan, kelincahan, dan keseimbangan yang maksimal, seperti bola voli dan futsal. Tanpa kesadaran dan upaya pencegahan yang serius, risiko cedera serius hanya tinggal menunggu waktu.
FMS Bukan Hanya Mengukur Kekuatan
FMS bukan hanya sekadar alat ukur kekuatan atau kelincahan seorang atlet. Lebih dari itu, FMS adalah instrumen yang menekankan pentingnya harmoni gerak tubuh. FMS mengajarkan bahwa olahraga bukan hanya tentang seberapa cepat atau kuat seorang atlet bergerak, tetapi seberapa baik tubuh mereka mampu bergerak sesuai pola gerak yang aman dan efisien. Dalam pemeriksaan FMS ini, atlet diberikan tujuh gerakan utama yang harus dilakukan, seperti deep squat, hurdle step, in-line lunge, shoulder mobility, active straight leg raise, trunk stability push up, hingga rotary stability. Ketujuh gerakan ini dirancang untuk mengidentifikasi apakah tubuh atlet dapat bergerak dengan benar tanpa kompensasi yang dapat membahayakan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa active straight leg raise menjadi gerakan dengan nilai rata-rata tertinggi, mengindikasikan mobilitas dasar pada ekstremitas bawah relatif cukup baik. Namun, pada gerakan hurdle step dan trunk stability push up, nilai rata-rata cenderung rendah. Hal ini memperlihatkan bahwa keseimbangan dinamis dan koordinasi otot inti menjadi titik lemah yang perlu segera diperbaiki. Padahal, keseimbangan tubuh dan kekuatan otot inti adalah fondasi utama dari setiap gerakan dalam olahraga. Jika aspek ini diabaikan, risiko cedera yang lebih serius akan semakin besar.
Selain itu, FMS dapat menjadi sarana komunikasi yang efektif antara pelatih dan atlet. Data hasil pemeriksaan dapat membantu pelatih menyusun program latihan yang lebih tepat sasaran. Inilah mengapa pembinaan berbasis data harus menjadi prioritas utama dalam setiap program latihan. Latihan yang dilakukan bukan hanya untuk meningkatkan kemampuan fisik secara umum, tetapi juga untuk menjawab kebutuhan fungsional spesifik setiap atlet.
Sumber: Pexels
Membangun Pembinaan Atlet yang Lebih Aman dan Berkelanjutan
Temuan dari penelitian ini seharusnya tidak berhenti hanya sebagai laporan atau angka statistik belaka. Data hasil pemeriksaan adalah potret nyata kondisi para atlet muda kita. Para pengelola pembinaan olahraga harus menggunakan data ini sebagai bahan evaluasi untuk memperbaiki sistem dan strategi latihan yang sudah ada. Program latihan yang berfokus pada peningkatan keseimbangan dinamis dan kekuatan otot inti wajib dimasukkan dalam kurikulum latihan harian para atlet. Tujuannya bukan hanya untuk meraih prestasi sesaat, tetapi juga untuk menjaga kesehatan dan karier jangka panjang para atlet.
Kolaborasi antara pelatih, fisioterapis, dan lembaga pendidikan sangat diperlukan untuk mewujudkan sistem latihan yang komprehensif dan efektif. Data hasil FMS harus digunakan sebagai dasar dalam menyusun modul latihan pencegahan cedera yang terstruktur. Program-program yang sudah terbukti efektif, seperti FIFA 11+ Kids, dapat dijadikan acuan dalam merancang latihan yang lebih aman dan berbasis bukti ilmiah.
Baca juga: Fikes Umsida Ungkap Pemeriksaan Darah Rutin Bantu Cegah Komplikasi Luka pada Penderita Diabetes
Selain itu, edukasi rutin tentang pencegahan cedera, pemahaman biomekanika tubuh, dan pentingnya teknik gerak yang benar wajib diberikan kepada atlet dan pelatih. Atlet yang cerdas bukan hanya yang kuat dan cepat, tetapi mereka yang paham bagaimana tubuhnya bekerja dan bagaimana cara melindunginya dari cedera. Nilai seharusnya terletak pada komitmen untuk menindaklanjuti hasilnya agar tercipta sistem pembinaan atlet yang lebih aman, sehat, dan berkelanjutan.
Sumber: Bagas Anjasmara
Penulis: Ayunda H