Fisioterapi.umsida.ac.id – Ketua Ikatan Fisioterapi Indonesia (PD IFI) Provinsi Jawa timur Yohanes Deo F SFT Physio SH MHKes MKes AIFO CMC DMAP COMT CDNP COMPT memberikan pesan mendalam tentang pendidikan sebagai kunci perubahan pada acara pelantikan dan pengambilan sumpah profesi ke-13 bagi para wisudawan dan wisudawati lulusan tahun 2024/2025.
Pendidikan memiliki kekuatan luar biasa untuk mengubah dunia. Mengutip kata-kata Nelson Mandela, “Education is the most powerful weapon you can use to change the world,” pernyataan ini menegaskan bahwa pendidikan adalah senjata paling ampuh untuk menciptakan perubahan, terutama dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Hal ini menjadi relevan dalam konteks peran fisioterapis sebagai tenaga kesehatan yang semakin diakui pentingnya di Indonesia. Dalam acara pelantikan fisioterapis baru-baru ini, IFI menyampaikan beberapa pandangan dan arahan strategis terkait masa depan profesi ini. Pelantikan ini menjadi momentum penting untuk mengingatkan peran pendidikan tinggi dalam mencetak tenaga kesehatan yang kompeten dan siap menghadapi tantangan di lapangan.
Pentingnya Pendidikan Tinggi dalam Fisioterapi
Dalam sambutannya, Ketua IFI Jawa Timur menyoroti bahwa pendidikan tinggi memiliki peran penting dalam menentukan kualitas tenaga fisioterapis.
“Kami berharap para lulusan segera meningkatkan level kompetensi mereka. Pendidikan S1 plus profesi akan menjadi standar bagi tenaga fisioterapis yang nantinya bekerja di Puskesmas atau membuka praktik mandiri,” ungkapnya.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 80 Tahun 2013 telah mengatur penyelenggaraan pekerjaan fisioterapis yang menuntut kualifikasi minimal S1 plus profesi. Hal ini menjadi tantangan sekaligus peluang bagi institusi pendidikan untuk membuka program studi profesi di bidang fisioterapi. Saat ini, di Jawa Timur, baru ada dua institusi yang menawarkan program studi profesi fisioterapi, yaitu Universitas Muhammadiyah Malang dan Rumah Sakit untuk Perahu.
“Ke depan, kami berharap Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sidoarjo dapat membuka program studi profesi. Ini akan sangat membantu dalam memenuhi kebutuhan tenaga fisioterapis yang berkualifikasi di wilayah ini,” tambahnya.
Fisioterapis Sebagai Tenaga Wajib di Puskesmas
Salah satu poin penting yang disampaikan dalam acara tersebut adalah rencana pemerintah untuk menjadikan fisioterapis sebagai tenaga wajib di setiap Puskesmas pada tahun 2025. Saat ini, Indonesia memiliki sekitar 10.000 Puskesmas, dan jumlahnya terus bertambah. Namun, hanya sebagian kecil yang memiliki tenaga fisioterapis.
“Tenaga fisioterapis sangat dibutuhkan untuk mendukung pelayanan kesehatan primer di Puskesmas. Dengan adanya fisioterapis di setiap Puskesmas, masyarakat akan mendapatkan layanan rehabilitasi yang lebih baik dan terintegrasi,” ujar Ketua IFI Jawa Timur.
Langkah ini sejalan dengan visi pemerintah untuk memperkuat layanan kesehatan primer dan memastikan seluruh lapisan masyarakat memiliki akses terhadap layanan kesehatan berkualitas. Namun, untuk mencapai target tersebut, diperlukan kerja sama antara pemerintah, institusi pendidikan, dan organisasi profesi.
Organisasi Profesi Sebagai Pendukung Karier
Ketua IFI Jawa Timur juga menekankan pentingnya bergabung dengan organisasi profesi bagi para lulusan baru. “Organisasi profesi adalah wadah untuk mendapatkan berbagai informasi dan solusi, seperti pengurusan Surat Tanda Registrasi (STR), izin praktik, serta pengembangan karier di masa depan,” jelasnya.
Selain itu, organisasi profesi juga berperan dalam mempersiapkan tenaga kerja yang siap pakai sesuai standar kompetensi. “Kami dari IFI siap membantu rekan-rekan lulusan untuk memenuhi semua persyaratan administrasi dan memberikan pelatihan yang diperlukan,” tambahnya.
Tantangan dan Masa Depan Fisioterapis di Indonesia
Meskipun prospek fisioterapis semakin cerah, masih ada tantangan yang harus dihadapi, salah satunya adalah penghapusan program D3 secara bertahap. Ketua IFI menjelaskan bahwa lulusan D3 akan didorong untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang S1 dan profesi. Dimasa depan program D3 akan perlahan dihapus karena standar kompetensi yang diharapkan semakin tinggi.
Di sisi lain, fisioterapis juga memiliki peluang untuk membuka praktik mandiri, seperti profesi dokter dan psikolog. Namun, hal ini memerlukan kualifikasi minimal S1 plus profesi sesuai regulasi yang berlaku. Dengan demikian, fisioterapis tidak hanya berperan sebagai pelaksana pelayanan kesehatan tetapi juga sebagai entrepreneur di bidang kesehatan.
Baca juga: Kuliah Umum Fikes Umsida: Pentingnya Alat Kontrasepsi untuk Remaja
Harapan untuk Masa Depan
Ketua IFI Jawa Timur menutup pidatonya dengan harapan agar institusi pendidikan dan tenaga kesehatan terus berkolaborasi untuk memajukan profesi fisioterapi di Indonesia.
“Kami berharap Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Sidoarjo dan institusi lainnya dapat berkontribusi lebih besar dalam mencetak tenaga fisioterapis yang kompeten dan berkualitas. Pendidikan adalah kunci untuk membuka peluang ini,” tutupnya.
Dengan pendidikan sebagai landasan utama, profesi fisioterapis di Indonesia memiliki potensi besar untuk berkembang dan memberikan dampak signifikan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Pelantikan fisioterapis baru ini bukan hanya selebrasi, tetapi juga awal dari perjalanan panjang dalam mengubah wajah layanan kesehatan di Indonesia.
Penulis: Ayunda H